Headlineislam.com - Jika sebelumnya di kabarkan adanya sebuah desa di Sulawesi Tenggara, yang perkampungan sudah dipenuhi oleh pekerja Tenaga Kerja Asing asal China yang bekerja di pabrik Nikel, PT. Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) di Desa Morosi, Konawe Sulawesi Tenggara.
Bahkan perkampungan itu sudah lebih mirip dengan wilayah pecinan, karena setiap saat selalu terdengar bahasa China yang berasal dari para TKA yang tinggal di desa tersebut.
Namun bukan itu saja, salah satu fenomena yang kemudian terjadi berikutnya adalah, peredaran mata uang Yunan, mata uang milik negara China.
Menurut salah satu warga setempat, mereka sudah lebih mulai menggunakan mata uang Yuan, hal ini tentu saja melanggar aturan dari Bank Indonesia, yang tertuang dalam Surat Edaran BI nomor 17/11/DKSP tanggal 1 Juni 2015.
SE ini terkait dengan perihal Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setiap transaksi yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik dilakukan oleh penduduk maupun bukan penduduk, transaksi tunai maupun non tunai, sepanjang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib menggunakan Rupiah.
Setiap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah NKRI dikenakan sanksi, dengan ketentuan, Terhadap pelanggaran atas kewajiban penggunaan Rupiah untuk transaksi tunai dan/atau larangan menolak Rupiah untuk transaksi tunai berlaku ketentuan pidana sebagaimanadimaksud dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Penerapan sanksi terhadap pelanggaran atas kewajiban penggunaan Rupiah untuk transaksi non tunai dikenakan sanksi administratif berupa, teguran tertulis, kewajiban membayar, ditetapkan sebesar 1% (satu persen) dari nilai transaksi, dengan jumlah kewajiban membayar paling banyak sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Bahkan tidak jarang mereka memaksa untuk menggunakan membayar dengan mata uang Yuan, lalu masyarakat yang harus sibuk menukarkan, karena mereka tidak pernah mau menukarkan. Bahkan mereka sering memberikan kepada anak-anak uang Yuan, dengan alasan jika mereka mendapatkan rejeki lebih dari hasil kerja di perusahaan.
Menurut salah satu warga setempat, Sungkowo yang pernah menyaksikan langsung kejadian, ketika mereka tidak memiliki uang Rupiah.
“Mereka memaksa bayar pakai uang China, mereka tidak mau tukar, jadi nanti warga yang tukar sendiri, kalau mau pake belanja lagi,” ujar pria yang sudah berumur 50 tahun ini.
“Seharusnya ada pengawasan langsung dari BI terkait dengan beredar uang China untuk membayar kebutuhan mereka,” ujar DR. Fauzi Usman, Senior HIPMI Sumut, dan juga Mantan Ketua Kadin Sumatera Utara.
Bahkan Fauzi juga meminta agar Bank Indonesia melakukan pemberitahuan terkait dengan peredaran mata uang negara lain di NKRI, walaupun antara investor dan pekerja sama-sama dari China, namun bukan berarti gaji mereka dibayar pakai mata uang China, sementara mereka di wilayah NKRI, yang memiliki aturan. (pb/headlienislam.com)
Socialize