Dengan gembira para santriwati mencium tangan Hary Tanoe yang beragama Kristen (sumber foto; sindonews) |
Headlineislam.com – Sosok Hary Tonoesoedibjo (HT)
mulai mengguncang negeri ini. Dengan wajah ganteng bak aktor selebritis,
pengusaha Indonesia terkaya nomor 15 dengan kekayaan melimpah lebih 18 Triliun,
Hary Tanoe ingin mewujudkan mimpinya menjadi pemimpin negeri ini. Dengan corong
media raksasa milikinya group MNC, Hary Tonoe terus membangun citra dahsyatnya
menuju RI-1.
Mimpi besar Hary Tone untuk
menjadi pemimpin negeri ini telah ia mulai saat bergabung dengan Bos Metro TV
Surya Paloh. Bersama Surya Paloh, Hary Tanoe sama-sama mendirikan ormas Nasdem
yang kemudian bermetafora sebagai partai. Nafsunya untuk menjadi ketua umum
Nasdem saat itu kemudian diganjal oleh Surya Paloh. Mimpinya menjadi orang
nomor satu Nasdem pun kandas.
Hary Tanoe isi khotbah di gereja (sumber foto; okezone) |
Di Hanura, Hary Tanoe disambut
dengan gegap-gempita karena ‘amunisi’ hebat yang dimilikinya. Di Hanura, Hary
Tonoe langsung dicalonkan sebagai Wapres untuk mendampingi Wiranto.
Usaha-usahanya membesarkan Hanura kemudian luar biasa dengan target instan
menjadi partai besar. Publik masih ingat bagaimana di running text di semua
televisi milik Hary Tanoe pagi 9 April 2014, terus-menerus menampilkan hasil
survei Partai Hanura yang akan menyodok partai papan atas mengalahkan Gerindra.
Kenyataannya hasil pemilu
diumumkan KPU menyatakan lain. Hanura tetap partai papan bawah, dan justru
masih kalah dengan partai Nasdem. Kenyataan itu membuat Hary Tanoe yang tadinya
disambut dengan gegap-gempita di Hanura, berubah biang keladi kekecewaan bagi
kader-kader Hanura.
Beberapa analisis internal Hanura
mengatakan bahwa keberadaan Hary Tonoe sebagai kutu loncat dari Nasdem sama
sekali tidak berpengaruh pada perolehan suara Hanura. Malah beberapa kader
Hanura secara ekstrim mengatakan bahwa justru keberadaan Hary Tone, citra
Hanura tercoreng. Akibatnya perolehan suara Hanura pun tetap buruk dan kalah
dengan partai baru, Nasdem.
Hary Tanoe foto bersama mantan Presiden Israel, Simon Peres (sumber foto; posmetro) |
Langkah Hary Tanoe tak terhenti
sampai di sini. Ia kemudian mengembangkan sayap dan mendirikan partai baru,
Perindo. Dengan Perindo, Hary Tanoe semakin yakin akan kemampuannya untuk bisa
bersaing dengan pimpinan negeri. Ia pun habis-habisan membesarkan Perindo.
Mimpi besar menjadi pemimpin negeri ini pun terbentang lurus. Namun mimpi besar
Hary Tonoe tidaklah berjalan mulus.
Di berbagai TV milik Hary Tanoe sekarang ini, publik terus
menyaksikan mars Partai Pelindo berkumandang. Hary Tanoe terus membangun
citranya bersama Partai Perindo dengan memanfaatkan frekuensi publik.
Lalu apa sebenarnya yang dicari
dan diinginkan Hary Tanoe menjadi pemimpin negeri ini? Bagi Hary Tanoe yang
usaha bisnisnya telah menggurita, tentu saja ia membutuhkan perlindungan
politik. Hary Tanoe telah belajar sejarah masa lalu, bahwa tanpa perlindungan
politik, usaha-usaha bisnis itu akan dengan mudah dilemahkan oleh berbagai
kebijakan.
Itulah sebabnya Hary Tanoe terus
membangun citra hebatnya menjadi sosok bintang masa depan negeri ini. Lalu
bagaimana pandangan publik terhadap Hary Tanoe? Hary Tanoe yang sangat
menyadari bahwa bagaimanapun, sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama
Islam, Indonesia membutuhkan seorang pemimpin yang Islami luar dalam.
Untuk merebut simpati umat muslim
Indonesia, Hary Tanoe tak segan berkunjung ke pesantren-pesantren dan berdandan
bak kyai yang santun, muda dan tampan. Tak hanya itu. Tiap kunjungan Hary Tanoe
bisa diterjemahkan sebagai datangnya dana bantuan atau donasi bagi daerah yang
dituju.
Hary Tanoe menganggap, rakyat
Indonesia hanya membutuhkan polesan make up berupa pencitraan Islami.
Setidaknya, hal tersebut sukses dilakukan oleh Jokowi. Maka tak aneh bila
HaryTanoe mengikuti jejak langkah Jokowi ini.
Melalui blog-blog yang menjadi
corongnya, tersebar opini bahwa penggunaan atribut peci dan sarung, adalah
tradisi budaya, bukan tradisi agama. Hary Tanoe lupa, rakyat yang sudah tertipu
Jokowi, tidak akan sama polosnya lagi menghadapi pencitraan para pemimpin.
Tak heran bila publik mulai
mencari tahu siapa Hary Tanoe yang sesungguhnya. Dari beberapa link media milik
Hary Tanoe, bisa dibaca bahwa Hary Tanoe adalah seorang Kristiani yang saleh
dan taat. Ia bahkan kerap menjadi pembawa khotbah di berbagai Gereja.
Kesuksesannya menjadi bahan sharing dalam komunitas-komunitas Gereja.
Agak janggal rasanya bila seorang
pengkhotbah yang memberangkatkan puluhan pendeta ke Tanah Suci Israel
(HT lepas 92 pendeta ke Holyland) tiba-tiba berpakaian layaknya ustaz dan mencoba menarik
simpati umat muslim untuk kepentingan politis.
Sudah sewajarnya bila upaya Hary
Tanoe perlu dicermati dan disikapi kritis oleh umat muslim Indonesia.