Headlineislam.com – Kemiskinan adalah masalah utama yang belum bisa terselesaikan. Di mana itu, kemiskinan merupakan keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan. Namun sayangnya, dalam survey di Kota Malang tidak menginginkan sebagian dari mereka, karena umumnya mereka datang dengan bekal pendidikan dan keahlian yang sedikit, yang tidak diinginkan oleh pasar tenaga kerja. Akhirnya, untuk bertahan hidup mereka bertumpu pada berbagai pekerjaan sektor informal dan salah satu yang paling sering terlihat di sekitar kita adalah pemulung, pengemis dan bahkan tukang becak.
Pemulung ialah pekerjaan sebagai
pencari barang bekas, maka orang yang bekerja sebagai pemulung adalah orang pekerja
sebagai pengais sampah, dimana antara pemulung dan sampah sebagai dua sisi mata
uang, dimana ada sampah pasti ada pemulung dan dimana ada pemulung disitu pasti
ada sampah. Pekerjaannya mencari barang bekas, membuat sebagian besar orang
menganggap remeh pemulung.
Mereka mengorek tempat sampah untuk
mendapatkan barang bekas yang masih memiliki nilai jual. Namun, berkat
kehadirannya pula, lingkungan dapat terbebas dari barang bekas yang bila
dibiarkan bisa menjadi sampah. Mereka juga membantu pemerintah dalam mengelola
sampah. Tak hanya itu, hasil pekerjaannya mereka juga menjadi tumpuan bagi
keluarganya.
Bertahan Hidup
Tidak banyak yang mengetahui kehidupan di balik seorang pemulung dan pengemis. Bagi
sebagian mereka, memulung
barang-barang bekas adalah satu-satunya pekerjaan yang bisa mereka lakukan
untuk mendapatkan sesuap nasi, supaya mereka dapat bertahan hidup. Para
pemulung menjauhkan gengsi mereka untuk mengambil botol-botol bekas diantara
orang-orang yang sedang makan, mereka rela mencari kardus, plastik, dan
barang-barang bekas lainnya di tong sampah yang sangat menyengat baunya, dan
hasilnya pun juga sedikit.
Mereka melakukannya demi
melepaskan dahaga dan kelaparan. Mereka hanya berpikir untuk makan hari
ini, hari esok, dan hari-hari berikutnya. Hanya itu yang mereka inginkan. Tetapi sebagian dari mereka juga ada yang mencoba
untuk mencari pekerjaan lain. Tapi sayangnya, karena adanya perubahan zaman,
penggatian kekuasaan, banyaknya peraturan baru serta keterbatasan pendidikan
membuat mereka tak dapat beranjak dari pekerjaan memulung. Mereka lebih memilih itu semua dibanding mendapatkan
kekayaan dengan cara yang tidak halal.
Tidak hanya itu yang mereka hadapi, terkadang setelah bersusah payah
mencari barang bekas kesana kemari untuk menghasilkan uang, tak jarang ada juga
orang-orang yang merasa tak berdosa mencuri hasil jerih payah mereka ketika
mereka beristirahat melepas lelah malam harinya di jalanan tersebut.
Walaupun merasa letih, sedih, dan juga marah karena berbagai hal yang
mereka hadapi tetapi mereka tak kunjung berhenti menjadi seorang pemulung
karena semua perasaan itu sirna, karena memikirkan anak-anak mereka yang
membutuhkan makan untuk bertahan hidup. Itulah rasa kebersamaan yang mereka
miliki, perasaan sayang terhadap keluarga menghancurkan segala keputusasaan
mereka dan memberikan semangat tersendiri terhadap mereka untuk tetap
membahagiakan keluarganya.
BMH Razia Dhuafa
Melihat
ironisnya kehidupan banyaknya pemulung meraih selembar untuk bertahan hidup
dengan memoles sampah, Baitul Maal Hidayatullah Jawa Timur, Gerai Malang melakukan
razia lapangan di malam hari. Hal yang aneh tapi nyata, Indokhul Makmun mengatakan, ternyata di
Kabupaten Malang masih ada seorang pemulung, pengemis dan bahkan tukang becak
yang tidak punya rumah (tunawisma) dan lebih memilih tidur di emperan toko dan
kolong jembatan. “Saya kira hanya di kota metropolis yang banyak pemulung,
pengemis dan tukang becak tinggalnya numpang di emperan toko dan kolong
jembatan, ehh ternyata di Malang juga
ada,” cerita Manajer Gerai Malang.
BMH Jatim, Gerai Malang belum lama ini,
(09/12/16) mengadakan agenda aksi langsung dengan berbagi peduli dhuafa dengan
membagikan 65 paket untuk mereka, setiap paketnya berisi selimut, perlak (Alas
tidur) Jas hujan, dan nasi beserta lauknya. Paket bingkisan tersebut sengaja di
bagikan di tengah malam, karenannya sorenya di toko masih beraktifitas (buka).
Akhirnya tim berselayar di malam hari, sedangkan sebagian besar pemulung,
pengemus dan tukang becak, mereka tidur paling lama 6 jam setiap malamnya, dan
harus bangun pagi hari, semisal tidak segera bangun dan segera pindah tempat,
mereka akan diusir pemilik toko tersebut. “Fenomena yang sudah tak layak
dilihat, tapi inilah kehidupan para pemulung yang sekaligus tanpa rumah,” jelas
peraih gelar Sarjana Ekonomi ini.
Dan, lanjutnya, penyerahan bingkisan paket
untuk dhuafa sengaja dilakukan di malam hari di sepanjang jalan Pasar Besar
Malang, Jl. Raden Intan , dan di wilayah Kepanjen Kabupaten Malang. Kegiatan
tersebut merupakan bentuk kepedulian Baitul Maal Hidayatullah kepada warga miskin.
“Bingkisan ini memang sederhana, tapi niatan
kami untuk meringankan bebannya, terutama agar mereka tidak kedinginan”
tuturnya.
Salah satu warga Malang selatan, Giono (60)
merupakan tokoh senior yang sudah puluhan tahun tidur di emperan toko dan yang
aktif kemana-mana untuk mencari tumpangan tidur di emperan di kota Malang,
karena memang mencari tumpangan tidak
satu tempat saja. “Alhamdulillah, Terima kasih BMH, sudah datang ke kami
malam-malam dan memberi selimut kepada saya.” ucap bapak-bapak tua ini.
Berbagi kebahagian dan keberkahan tengah
malam merupakan hal yang begitu mulia, kebahagiaan itu akan lebih terasa
bermanfaat untuk masyarakat khususnya masyarakat yang kurang mampu, yang tidak
memiliki tempat tinggal dan tidurnya di emperan toko.
Oleh : Andre Rahmatullah, Humas BMH Jawa Timur