JAKARTA (Headlineislam.com) –
Ketua Umum PBNU versi muktamar Jombang Said Agil Siraj (SAS) tidak pernah
berhenti mencari sensasi. Ramai isu soal penyimpangan LGBT atau lesbian, gay,
biseksual dan transsexual, SAS mencoba memberikan pandangan tidak tegas dan
berusaha menyamakan LGBT dengan khunsa (tercipta dengan kelamin ganda). Baca http://puanamalhayati.or.id/archives/948
Khunsa
(الخنثى) menurut ulama fiqh adalah mereka yang
tercipta dengan kelamin ganda menyerupai kelamin laki-laki dan wanita. Maka
khunsa menjadi pembahasan panjang para fuqoha dengan berbagai ijtihadnya. Namun
jika seseorang berkelamin laki-laki tapi menyukai sejenis atau berkelamin
perempuan dan menyukai sejenis hingga melakukan hubungan haram, Fiqh Islam
menyebutnya Al Liwath اللواط.
Maka
jelas Khunsa dan Liwath adalah berbeda secara fakta dan hukumnya. Pembahasan
panjang SAS tentang khunsa tidak bisa disamakan dengan LGBT atau liwath yang
merupakan penyimpangan.
Pendapat
Mazhab Hanafiyah
SAS
mencoba membawa argumen mazhab Hanafiyah di akhir tulisannya yang mungkin
menurutnya memang paling ringan dalam memberikan hukuman terhadap pelaku liwath
atau LGBT. Benarkah pernyataannya? Berikut pernyataan SAS.
Madzhab Hanafi pun tidak memasukkan perbuatan homoseksual sebagai zina. Sebabnya, menurut madzhab Hanafi, perbuatan homoseksual tidak memerlukan akad resmi seperti dalam pernikahan lazim. Jadi hukumnya tidak pasti, dan perbuatannya juga tidak membatalkan haji dan puasa. Selain itu, argumen yang dikemukakan adalah, bahwa kerugian yang diakibatkan oleh hukuman (jarimah) homoseksual lebih “ringan” daripada kerugian yang diakibatkan hukuman terhadap zina. Perbuatan homoseksual tidak menimbulkan keturunan, tidak demikian dengan perbuatan zina. Hubungan kelamin sejenis tidak menimbulkan masuknya sperma seperti pada kasus zina. Oleh karena itu, paling-paling dihukum ta’zir, semisal dipenjara. Bagaimana pula dengan Hadits, “Jika kalian menemukan orang yang melakukan hubungan seksual sejenis seperti kaum Nabi Luth, bunuhlah keduanya” (Hadits riwayat Abu Dawud, Turmudzi dan Ibnu Majah). Hadits ini, seperti dijelaskan oleh al-Zaila’i, masih banyak menyimpan perdebatan. Abu Hanifah sendiri menolak menggunakan Hadist ini. Para ahli fikih juga tak sepakat terhadap sanksi hukum yang patut dijatuhkan kepada pelaku tindak homoseksual. Sekurang-kurangnya, ada tiga jenis sanksi hukum yang ditawarkan dalam kitab-kitab fikih. Pertama, pelaku tindakan homoseksual seharusnya dibunuh. Kedua, dikenakan hukuman pidana (had) sebagaimana had zina, yaitu jika pelakunya belum kawin, maka ia harus dicambuk. Tetapi, jika pelakunya orang yang pernah atau sudah kawin, maka ia dikenakan hukuman rajam sampai mati. Ketiga, dipenjara (ta’zir) dalam waktu yang telah ditentukan oleh hakim.
Inilah
Pendapat Mazhab Hanafi Yang Benar Tentang LGBT
Dijelaskan
Syaikh Abdurrahman Al Jaziri dalam Al Fiqh Ala Mazahib Al Arba’ah. Hukum
LGBT/liwath menurut mazhab Hanafi adalah:
“Tidak
ada Had secara khusus bagi pelaku LGBT/liwath tetapi wajib bagi Imam untuk
menghukum takzir sesuai kebijaksanaannya supaya berhenti dan musnah
penyimpangannya. Namun bila terus LGBT dilakukan berulang-ulang maka harus di
bunuh dengan pedang karena takzir bukan karena had karena tidak ada nash
sharikh.”
Menurut
Asy Syaukani: pendapat ini bertentangan dengan dalil-dalil yang ada dan sudah
disebutkan yang menurutnya dalil disamakan dengan pezina mencapai derajat
mutawatir.
Imam
Abu Yusuf dan Muhammad Bin Hasan dua murid Abu Hanifah ini menentang pendapat
gurunya. Menurut keduanya LGBT/liwath harus di hukum seperti pezina. Di jilid
cambuk bagi yang perawan/perjaka dan di rajam untuk yang sudah pernah menikah
(muhson). Sesuai firman Allah ta’ala:
قال
رب انصرني على القوم المفسدين (العنكبوت:30)
Pendapat
Para Shohabat Terhadap Pelaku Liwath/LGBT: BAKAR…!!!
Saat
Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq ra. mendapati para pelaku LGBT beliau
berpendapat: Bunuh keduanya dengan pedang dan BAKAR diatas api. Supaya menjadi
pelajaran berharga dan tidak ditiru yang lainnya. Ini juga pendapat Imam Ali
Bin Abi Thalib kwj dan banyak para shahabat.
Berkata
Al Hafidz Al Munziri: Membakar pelaku LGBT adalah pendapat Abu Bakar, Ali, Ibnu
Zubair, dan Hisyam bin Abdul Malik. Semuanya itu dilakukan setelah membunuhnya
dengan pedang atau di rajam dengan batu.
Pendapat
Ibnu Abbas ra: Lemparkan pelaku LGBT dari gunung atau tempat yang tinggi. Bisa
juga di kubur dengan bangunan dan batu hingga mati seperti siksa kaum luth.
Riwayat
dari Abdullah Bin Zubair ra: penjarakan pelaku LGBT hingga mati membusuk. Wallahu
Alam
Markas
Besar NU Garis Lurus, Ahad 14 Februari 2016/ 05 Jumadil Awwal 1437