“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung
kepada-Mu agar tidak menyekutukan-Mu, tidak berbuat syirik kepada-Mu padahal
aku mengetahuinya. Dan ampunilah aku yaa Allah terhadap apa yang tidak aku
ketahui. Aamiin...”
Bismillahirrahmaanirrahiim...
Beberapa tahun silam, saya bersama seorang Ustadz
dari Ma'had Aly Ar-Rayah Sukabumi, sebut saja Ustadz Al-Haafizh, diundang untuk
bermukim di satu kabupaten di Jawa Barat selama 1 bulan penuh tepat di bulan
suci Ramadhan. Kami disambut baik dan dijamu dengan penuh kehormatan oleh
keluarga besar Bin Sunkar sebagai tuan rumah (semoga Allah menjaga mereka semua
dan memanjangkan umur mereka dalam ketaatan kepada Allah). Kami di beri
kesempatan ceramah dan mengimami shalat tarawih di sejumlah masjid serta
bersilaturahmi ke beberapa tokoh masyarakat Hadhromi di daerah itu.
Setiap kami berjalan mengelilingi kota itu,
hampir di setiap sudut kota dan persimpangan jalan, kami melihat dan memandang
dengan dua mata kepala kami sendiri adanya aneka berhala yang menghiasi kota
itu. Jelas ini merupakan pelanggaran besar dalam syariat Islam yang suci ini.
Allah ta'ala mengutus para nabi dan rasul di antara tujuannya adalah untuk “Menghancurkan
dan membinasakan patung-patung dan berhala-berhala,” tetapi seorang bupati yang
mayoritas masyarakatnya adalah ummat Islam justru membangun berhala-berhala itu
dan memajangnya di hampir setiap sudut jalan.
Konon, sejak sang bupati memimpin daerah itu,
ia terus berusaha menghidupkan kembali ajaran yang di klaim sebagai ajaran
Sunda Wiwitan, sehingga ia menghiasi kota itu dengan aneka patung pewayangan
seperti patung Bima dan Gatotkaca, bahkan ditambah dengan aneka berhala Hindu
Bali. Wal-'Iyaadzu Billah.
Lebih konyol lagi, sang bupati pun mengaku
telah melamar Nyi Roro Kidul dan mengawininya. Selanjutnya, ia membuat Kereta
Kencana yang konon katanya untuk dikendarai sang istri (Nyi Loro Kidul). Kereta
Kencana tersebut dipajang di Pendopo Kabupaten itu, dan diberi kemenyan serta
sesajen setiap hari, lalu dibawa keliling sekitar kabupaten setahun sekali saat
acara Festival Budaya, dengan dalih untuk membawa keliling Nyi Loro Kidul buat
keberkahan dan keselamatan rakyat kabupaten itu. Wallahi, ini syirik akbar!!!
Bahkan disebut-sebut bahwa sang bupati juga
menganjurkan agar siapa yang mau selamat lewat di jalan Tol Cipularang agar
menyebut nama Prabu Siliwangi. Ini jelas
syirik akbar!!! “Khoorij 'anil millah,” mengeluarkan pelakunya dari Islam
secara mutlaq tanpa udzur! alias kaafirr! Meminta keselamatan kepada orang mati
(Prabu Siliwangi) adalah syirik akbar secara mutlaq.
Meminta diberi keselamatan dan ditolak
kemudhorotan kepada selain Allah saja itu kafir tanpa ada udzur, apalagi
menganjurkan orang lain untuk meminta keselamatan kepada selain Allah.
Tidak ada udzur jahil bagi para pelaku
kesyirikan yang syiriknya zhoohir dan jelas. Sebab hal ini merupakan Akidah
yang di sepakati “Ahlus Sunnah Wal Jamaah” bahwa urusan USHUL AD-DIIN
(POKOK-POKOK AGAMA) tidak beri udzur SAMA SEKALI kecuali dia tidak hidup di
tengah-tengah kaum muslimin, tidak ada para da'i dan ulama, tidak tahu
Al-Qur'an, tidak mendengar dan membaca Al-Qur'an, dan seterusnya.
Maka dia kafir “Bilaa syakkin!” Dia kafir
tanpa ada keraguan.
Loh, tetapi kan belum sampai hujjah
kepadanya....!!??
Siapa bilang belum sampai hujjah? Allah
ta'ala telah menurunkan Al-Qur'an kepadanya sebagai Hujjah. Apa kata Allah?
Allah berfirman:
وَمَنْ
يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ
عِنْدَ رَبِّهِ ۚإِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ (سورة المؤمنون: 117)
“Dan barangsiapa yang menyeru tuhan yang lain
di samping Allah, padahal tidak ada suatu petunjuk pun baginya tentang itu,
maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang
yang kafir itu tidak beruntung .” (QS. Al-Mukminun [23] : 117 )
Bagaimana mungkin meminta keselamatan kepada
orang yang sudah mati dan meyakini bahwa dengan memangil nama orang mati itu
dapat menolak marabahaya dikatakan bertauhid??? Meminta keselamatan kepada
selain Allah yang hanya berhak ditujukan kepada Allah adalah “Kemungkaran yang
paling mungkar dan kedzoliman yang paling dzolim.” Sebab, ia memberikan sesuatu yang
menjadi hak mutlaq Allah kepada selain Allah.
Allah berfirman:
وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا
يَضُرُّكَ ۖفَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ. (سورة
يونس: 106)
“Dan janganlah kamu menyeru apa-apa
yang tidak dapat memberi manfaat dan tidak dapat memberi mudharat kepadamu
selain Allah; sebab jika kamu berbuat hal itu, maka sesungguhnya kamu kalau
begitu termasuk orang-orang yang ZHOLIM ". (QS. Yunus [10] : 106)
Kata Allah:
إن الشرك لظلم عظيم.
“Sesungguhnya syirik itu betul-betul
kezoliman yang paling besar.” (QS. Luqman [31] : 13)
Mungkin Anda bertanya; “Mengapa bupati
musyrik ini di kafirkan padahal KTP nya muslim dan ia bersyahadat, bahkan
kemungkinan juga ia masih sholat?”
Jawabannya: “Dalam Islam tidak ada kaedah
KTP. Ketika kita menghukumi seseorang Muslim dan beriman dari zhohirnya,
maka kita pun mesti menghukumi seseorang itu kafir dan musyrik dari zhahirnya.
Dia iman karena syahadat, dia kafir karena melakukan hal-hal yang membatalkan
syahadat, baik ucapan, perbuatan, maupun keyakinan.”
Bupati musyrik ini di kafirkan meskipun KTP-nya muslim dan ia mengaku Muslim. Kalau ia tidak kafir hanya
karena alasan KTP-nya muslim, ia sholat dan puasa, maka bagaimana dengan aliran
kafir Ahmadiyyah, Baha'iyyah, Syi'ah Imamiyyah Di Indonesia, dan lain-lain yang
juga KTP mereka muslim dan mereka bersyahadat, bahkan mereka juga shalat dan
puasa?
Karena Ahmadiyyah meyakini adanya Nabi
setelah Nabi Muhamammad, maka mereka kafir. Karena Syi'ah Imamiyyah meyakini
bahwa para imam mereka lebih mulia dan lebih tinggi derajatnya daripada para
Nabi dan Rasul bahkan para malaikat, maka mereka kafir.
Demikian juga pemuja berhala dan jin yang
meyakini bahwa orang mati dapat menolak marabahaya dan menyuruh orang lain
untuk meminta kepada orang mati, serta mengharap berkah dari nyi roro kidul
(semisal bupati ini), maka ia lebih kafir di antara orang-orang kafir. Karena
ia menyekutukan Allah Jalla Wa 'Ala.
Bukan hanya itu kekonyololan bupati ini yang
telah membawanya ke derajat musyrik paling tinggi, tetapi ada yang lain, di antaranya:
1. Beberapa tahun lalu, sang bupati pernah
menyatakan bahwa suara seruling bambu lebih merdu daripada membaca Al-Qur'an.
2. Pohon-pohon di sepanjang jalan kota yang
di pimpinnya diberi kain “Poleng,” yaitu kain kotak-kotak hitam putih, bukan
untuk “keindahan,” tapi untuk “keberkahan” sebagaimana adat Hindu Bali. dan
dirinya sendiri tampak sering memakai ikat kepala dengan kembang seperti para
pemuka agama Hindu Bali.
Demikian kekoyolan-kenyolan seorang bupati di
salah satu daerah di Jawa Barat, yang cukup menjadikannya musyrik kafir. dan
wajib bagi setiap muslim untuk meyakini kekafirannya tanpa ragu. Barangsiapa
yang tidak mengkafirkannya, yakni meyakini bahwa dia kafir, (atau ragu atas
kekafirannya), maka dia juga kafir.
Bagi ummat Islam setempat, para da'i dan
ulama, silahkan Anda diamkan segala kemungkaran bupati Anda. Silahkan Anda biarkan berhala-berhala yang
menjadi sarang iblis dan setan itu bersemayam di setiap sudut-sudut jalan di
kota Anda. Sudahlah tidak mendatangkan rahmat Allah,
tidak pula dimasuki malaikat rahmat, hanya tinggal menunggu azab-Nya saja. Na'udzu billah.
Editor :
Ibnu M │ Headlineislam.com
No comments:
Post a Comment